Rupiah Melemah, Ekonom Beberkan Ancaman Seperti Ini
JAKARTA,quickq加速器下载安卓 DISWAY.ID --Pelemahan Rupiah hingga ke angka Rp 17.200, telah membawa kekhawatiran besar kepada dunia perekonomian Indonesia.
Kendati begitu, beberapa Ekonom serta Pengamat ekonomi sendiri menambahkan bahwa dalam dinamika beberapa bulan terakhir hingga awal April 2025 ini, tersembunyi potensi risiko besar yang layak disebut sebagai 'bom waktu'.
Menurut Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, bahaya sesungguhnya tidak terletak pada angka itu semata, melainkan pada bagaimana angka itu berinteraksi dengan kerapuhan fundamental ekonomi, terutama nilai tukar Rupiah.
BACA JUGA:Respon Kebijakan Tarif Dagang AS, Kemenko Perekonomian Tampung Masukan Pelaku Usaha
BACA JUGA:Besok, Prabowo akan Umumkan Langsung Sikap Indonesia soal Tarif Trump
"Pelemahan tajam Rupiah yang kita saksikan dalam beberapa waktu terakhir adalah pemicu utamanya. Setiap depresiasi Rupiah secara otomatis menggelembungkan nilai utang dalam mata uang lokal," ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Senin 7 April 2025.
Selain itu, Achmad menambahkan, beban pembayaran bunga dan pokok utang, baik oleh pemerintah (yang menggerus APBN) maupun korporasi swasta yang menggerus laba, juga telah membengkak secara drastis.
"Ini bukan lagi sekadar risiko teoritis, ini adalah kenyataan pahit yang menekan likuiditas dan solvabilitas banyak pihak. ULN dalam valas, sementara pendapatan mayoritas dalam Rupiah, adalah resep klasik menuju krisis jika nilai tukar terus bergejolak liar," pungkas Achmad.
Menurut Achmad, kerapuhan utama tetaplah nilai tukar Rupiah. Dalam hal ini, pelemahan signifikan hingga kuartal pertama 2025 secara brutal memperbesar beban ULN dalam Rupiah.
Ironisnya, dirinya menambahkan, senjata utama BI untuk 'menjaga stabilitas' Rupiah adalah mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi 5,75 persen sejak November 2024.
BACA JUGA:DPR: Demokrasi yang Matang Menuntut Kritik Konstruktif, Bukan Kekerasan terhadap Media
BACA JUGA:Prabowo: Petani Harus Dihargai, Bukan Disepelekan Elite di Jakarta!
"Dalih stabilitas ini terasa mahal ketika kita melihat dampaknya ke dalam negeri. Kebijakan bunga tinggi ini mungkin berhasil meredam tekanan kurs sesaat dengan memikat modal jangka pendek, namun ia datang dengan biaya mencekik bagi perekonomian domestik," jelas Achmad.
Meskipun demikian, Achmad juga menambahkan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang bersifat kompleks dan responsif terhadap berbagai faktor, dan perbedaan strategi dengan bank sentral lain bukti independensi bank sentral.
- 1
- 2
- »
(责任编辑:娱乐)
- Kontraktor Kasih 25 Ekor Sapi ke Zumi Zola, Katanya Cuma Niat Baik, Hmm...
- Walikota Bogor Dicecar soal Plafon Gedung DPRD Amblas
- Rekonstruksi Kematian Anak Tamara Tyasmara Bakal Digelar di TKP
- Buni Yani Bakal Dieksekusi, Tapi Ini yang Menghambat
- 7 Makanan Pemicu Penyakit Jantung, Stop Makanan Cepat Saji
- ERP Bakal Bikin Jakarta Bebas Macet?
- Habib Bahar Akan Penuhi Panggilan Polisi, Bawa 54 Pengacara
- Tak Bayar Pajak Rp4,4 Miliar, Perusahaan ini Dipasang Plang
- Kebiasaan yang Membuat Sering Sakit, Gigit Kuku dan Kurang Minum
- Firli Bahuri Kembali Diperiksa Kelima Kalinya Dugaan Pemerasan pada Syahrul Yasin Limpo Senin Esok
- FOTO: Memetik Saffron, Si Rempah Termahal di Dunia
- Regulasi Kendaraan Listrik Buat Birukan Langit Jakarta
- Ombudsman RI Desak Pemerintah Percepat Penyelamatan Sritex, Ungkap Bahan Baku Hampir Menipis
- 5 Bagian Tubuh Ini Sering Lupa Dibersihkan Saat Mandi
- Mantan Istri Ahok Veronica Tan Sambangi Kediaman Prabowo di Kertanegara, Jadi Calon Menteri?
- Jokowi Tantang AHY Selesaikan 3 Masalah Agraria, Menteri ATR: Mudah
- Regulasi Kendaraan Listrik Buat Birukan Langit Jakarta
- Cafe Without Words, Kafe Paling Sepi di Harajuku
- Golkar Dikabarkan akan Umumkan Kader Barunya Pada Sore Hari Ini, Siapa?
- Saksi Akui Pernah Bertemu Nyonya Ghaby